Teknik Penarikan Sampel
Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel ada 2 jenis:
1. Penarikan sampel probabilita.
2. Penarikan sampel tidak probabilita atau nonprobabilita
Penarikan Sampel Probabilita
Pada penarikan sampel probabilita, setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Syarat dari penarikan sampel probabilita ini adalah tersedianya daftar anggota populasi.
Beberapa jenis sampel probabilita:
1. Penarikan sampel secara random sederhana (simple random sampling)
2. Penarikan sampel sistematis (systematic sampling)
3. Penarikan sampel stratifikasi (stratified sampling)
4. Penarikan sampel secara berkelompok (cluster sampling)
1. Simple random sampling
Untuk populasi yang homogen.
Ada dua cara penarikan:
a. Dengan cara mengundi anggota populasi
Digunakan untuk populasi yang tidak terlalu besar.
b. Dengan mengundi berdasarkan tabel angka random
Digunakan untuk populasi yang besar.
Prosedur penggunaan simple random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame oleh peneliti. Selanjutnya, dari sampling frame tersebut dipilih sampel yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.
2. Systematic sampling
Teknik systematic sampling ini memiliki kemiripan prosedur dengan teknik simple random sampling. Oleh karena itu, systematic sampling juga memerlukan sampling frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun, berbeda dengan simple random sampling, random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan pemilihan sampel kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan.
Prosedur systematic sampling adalah, pertama, disusun sampling frame. Kedua, peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame. Keempat, peneliti memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Contoh:
Penggunaan systematic sampling untuk memilih 20 sampel dari populasi yang berisi 100 elemen, adalah sebagai berikut.
Pertama, susun sampling frame.
Kedua, tetapkan nilai k = 5.
Ketiga, tentukan sampel pertama secara random, misal diperoleh 6. Selanjutnya kita dapat menetukan sampel berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71, 76, 81, 86, 91, 96, dan 1.
3. Stratified sampling
Jika peneliti memiliki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari beberapa subpopulasi atau strata, maka stratified sampling lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh, penelitian akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial yang semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah bahwa dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Jika peneliti menganggap informasi ini penting untuk analisa, makastratified sampling lebih cocok digunakan untuk memilih sampel.
Prosedur penggunaan stratified sampling adalah sebagai berikut:
Pertama, peneliti membagi populasi kedalam beberapa subpoplasi atau strata berdasarkan informasi yang didapat.
Kedua, peneliti merumuskan sampling frame pada masing-masing subpopulasi atau strata.
Ketiga, peneliti memilih sampel pada masing-masing subpopulasi atau strata dengan menggunakan simple random atau systematic sampling.
Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah sampel antar strata adalah sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata (proporsional). Dengan demikian, jika telah ditetapkan bahwa 20 orang akan dipilih sebagai sampel penelitian pada kelas metodologi penelitian sosial yang jumlah elemennya adalah 80 orang, maka perbandingan jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki adalah 60:20. Berdasarkan proporsi tersebut, selanjutnya diperoleh sampel untuk perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5 orang.
Terkadang seorang peneliti memilih sampel dengan tidak melihat proporsi tersebut (tidak proporsional), sebagai contoh, pada kasus diatas ia memilih sampel laki-laki sejumlah 10 orang. Dalam kondisi demikian, maka hasil analisis tidak dapat digeneralisasikan secara langsung terhadap populasi tersebut. Selanjutnya, agar hasil analisis dapat digeneralisasikan, peneliti perlu melakukan pembobotan (weighting). Dalam contoh tersebut, karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan, maka jumlah sampel perempuan juga perlu dilipatduakan. Hasil akhir setelah pembobotan, jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki adalah 10 orang.
4. Cluster sampling
Cluster sampling disebut juga dengan area sampling. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling.
Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi, Cluster sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seoarang peneliti yang menggunakan cluster sampling, pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster dari suatu populasi. Selanjutnya, dari tiap-tiap cluster sampel tersebut, diturunkan sampel yang berbentuk elemen. Sebagai contoh, pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang pegawainya tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara geografis. Pada kasus ini, peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster dan selanjutnya secara random memilih beberapa unit kerja sebagai sampel. Pada setiap Unit kerja yang terpilih tersebut kemudian seluruh pegawai dijadikan sampel penelitian.
Penarikan Sampel Nonprobabilita
Pada penarikan sampel nonprobabilita, setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Sampling dengan menggunakan metode Non-probability tidak cocok bagi penelitian yang ditujukan untuk merumuskan generalisasi tentang karakter dari suatu populasi. Hal ini karena metode Non-probabilitysampling tidak didasarkan pada mekanisme yang random dalam pemilihan sampel penelitian. Pada Non-probability sampling ini sampel dipilih karena pertimbangan-pertimbangan non-random, seperti kesesuain sampel dengan kriteria-kriteria yang dirumuskan peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Sebagai contoh, penelitian yang ditujukan untuk mengetahui persepsi masyarakat desa tertentu terhadap kinerja aparatur desa. Pada penelitian tersebut, peneliti memilih sampel dengan tidak melalui mekanisme random, tetapi memilih beberapa orang di desa tersebut yang diyakini layak sebagai sampel dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.
Beberapa jenis sampel nonprobabilita:
1. Penarikan sampel secara kebetulan (accidental sampling)
2. Penarikan sampel secara sengaja (purposive sampling)
3. Penarikan sampel jatah (quota sampling)
4. Penarikan sampel bola salju (snowball sampling)
1. Accidental sampling
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui kehidupan sosial anak jalanan di kota Medan. Secara kebetulan ia menemukan beberapa anak jalanan dan langsung dijadikan responden.
2. Purposive sampling
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui sepak terjang perusahaan penyedia jasa tenaga kerja ilegal. Dalam mengumpulkan data, peneliti mendatangi pimpinan dan staf perusahaan sebagai pihak yang mengetahui proses pengiriman tenaga kerja tersebut.
3. Quota sampling
Quota sampling memilki pola yang hampir sama dengan stratified sampling. Peneliti, pertama-tama, memilahkan populasi dalam beberapa katagori. Selanjutnya, ditetapkan jumlah sampel pada masing-masing katagori tersebut.
Contoh:
Peneliti hendak mengetahui persepsi pelanggan suatu perpustakaan daerah tentang kinerja pelayanan perpustakaan tersebut. Peneliti kemudian mengelompokan pelanggan berdasarkan jenjang pendidikan, misal: PT, SLTA, SLTP, dan SD. Dari masing-masing katagori tersebut selanjutnya ditetapkan sampel sejumlah 20, 10,10, dan 10. Hal yang membedakan quota sampling dari stratified sampling adalah langkah setelah quota tersebut ditetapkan. Pada quota sampling, sampel dipilih dengan cara accidental.
4. Snowball sampling
Contoh :
Untuk mengetahui jaringan pengedar narkoba, peneliti cukup mencari seorang pengedar narkoba. Dari seorang pengedar narkoba tersebut peneliti mendapat informasi siapa lagi yang menjadi pengedar narkoba. Demikian seterusnya.
Sumber:
https://ragam-info-bermanfaat.blogspot.com/2019/08/populasi-dan-sampel.html
Teknik penarikan sampel ada 2 jenis:
1. Penarikan sampel probabilita.
2. Penarikan sampel tidak probabilita atau nonprobabilita
Penarikan Sampel Probabilita
Pada penarikan sampel probabilita, setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Syarat dari penarikan sampel probabilita ini adalah tersedianya daftar anggota populasi.
Beberapa jenis sampel probabilita:
1. Penarikan sampel secara random sederhana (simple random sampling)
2. Penarikan sampel sistematis (systematic sampling)
3. Penarikan sampel stratifikasi (stratified sampling)
4. Penarikan sampel secara berkelompok (cluster sampling)
1. Simple random sampling
Untuk populasi yang homogen.
Ada dua cara penarikan:
a. Dengan cara mengundi anggota populasi
Digunakan untuk populasi yang tidak terlalu besar.
b. Dengan mengundi berdasarkan tabel angka random
Digunakan untuk populasi yang besar.
Prosedur penggunaan simple random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame oleh peneliti. Selanjutnya, dari sampling frame tersebut dipilih sampel yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.
2. Systematic sampling
Teknik systematic sampling ini memiliki kemiripan prosedur dengan teknik simple random sampling. Oleh karena itu, systematic sampling juga memerlukan sampling frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun, berbeda dengan simple random sampling, random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan pemilihan sampel kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan.
Prosedur systematic sampling adalah, pertama, disusun sampling frame. Kedua, peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame. Keempat, peneliti memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Contoh:
Penggunaan systematic sampling untuk memilih 20 sampel dari populasi yang berisi 100 elemen, adalah sebagai berikut.
Pertama, susun sampling frame.
Kedua, tetapkan nilai k = 5.
Ketiga, tentukan sampel pertama secara random, misal diperoleh 6. Selanjutnya kita dapat menetukan sampel berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71, 76, 81, 86, 91, 96, dan 1.
3. Stratified sampling
Jika peneliti memiliki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari beberapa subpopulasi atau strata, maka stratified sampling lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh, penelitian akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial yang semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah bahwa dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Jika peneliti menganggap informasi ini penting untuk analisa, makastratified sampling lebih cocok digunakan untuk memilih sampel.
Prosedur penggunaan stratified sampling adalah sebagai berikut:
Pertama, peneliti membagi populasi kedalam beberapa subpoplasi atau strata berdasarkan informasi yang didapat.
Kedua, peneliti merumuskan sampling frame pada masing-masing subpopulasi atau strata.
Ketiga, peneliti memilih sampel pada masing-masing subpopulasi atau strata dengan menggunakan simple random atau systematic sampling.
Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah sampel antar strata adalah sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata (proporsional). Dengan demikian, jika telah ditetapkan bahwa 20 orang akan dipilih sebagai sampel penelitian pada kelas metodologi penelitian sosial yang jumlah elemennya adalah 80 orang, maka perbandingan jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki adalah 60:20. Berdasarkan proporsi tersebut, selanjutnya diperoleh sampel untuk perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5 orang.
Terkadang seorang peneliti memilih sampel dengan tidak melihat proporsi tersebut (tidak proporsional), sebagai contoh, pada kasus diatas ia memilih sampel laki-laki sejumlah 10 orang. Dalam kondisi demikian, maka hasil analisis tidak dapat digeneralisasikan secara langsung terhadap populasi tersebut. Selanjutnya, agar hasil analisis dapat digeneralisasikan, peneliti perlu melakukan pembobotan (weighting). Dalam contoh tersebut, karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan, maka jumlah sampel perempuan juga perlu dilipatduakan. Hasil akhir setelah pembobotan, jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki adalah 10 orang.
4. Cluster sampling
Cluster sampling disebut juga dengan area sampling. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling.
Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi, Cluster sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seoarang peneliti yang menggunakan cluster sampling, pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster dari suatu populasi. Selanjutnya, dari tiap-tiap cluster sampel tersebut, diturunkan sampel yang berbentuk elemen. Sebagai contoh, pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang pegawainya tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara geografis. Pada kasus ini, peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster dan selanjutnya secara random memilih beberapa unit kerja sebagai sampel. Pada setiap Unit kerja yang terpilih tersebut kemudian seluruh pegawai dijadikan sampel penelitian.
Penarikan Sampel Nonprobabilita
Pada penarikan sampel nonprobabilita, setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Sampling dengan menggunakan metode Non-probability tidak cocok bagi penelitian yang ditujukan untuk merumuskan generalisasi tentang karakter dari suatu populasi. Hal ini karena metode Non-probabilitysampling tidak didasarkan pada mekanisme yang random dalam pemilihan sampel penelitian. Pada Non-probability sampling ini sampel dipilih karena pertimbangan-pertimbangan non-random, seperti kesesuain sampel dengan kriteria-kriteria yang dirumuskan peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Sebagai contoh, penelitian yang ditujukan untuk mengetahui persepsi masyarakat desa tertentu terhadap kinerja aparatur desa. Pada penelitian tersebut, peneliti memilih sampel dengan tidak melalui mekanisme random, tetapi memilih beberapa orang di desa tersebut yang diyakini layak sebagai sampel dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.
Beberapa jenis sampel nonprobabilita:
1. Penarikan sampel secara kebetulan (accidental sampling)
2. Penarikan sampel secara sengaja (purposive sampling)
3. Penarikan sampel jatah (quota sampling)
4. Penarikan sampel bola salju (snowball sampling)
1. Accidental sampling
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui kehidupan sosial anak jalanan di kota Medan. Secara kebetulan ia menemukan beberapa anak jalanan dan langsung dijadikan responden.
2. Purposive sampling
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui sepak terjang perusahaan penyedia jasa tenaga kerja ilegal. Dalam mengumpulkan data, peneliti mendatangi pimpinan dan staf perusahaan sebagai pihak yang mengetahui proses pengiriman tenaga kerja tersebut.
3. Quota sampling
Quota sampling memilki pola yang hampir sama dengan stratified sampling. Peneliti, pertama-tama, memilahkan populasi dalam beberapa katagori. Selanjutnya, ditetapkan jumlah sampel pada masing-masing katagori tersebut.
Contoh:
Peneliti hendak mengetahui persepsi pelanggan suatu perpustakaan daerah tentang kinerja pelayanan perpustakaan tersebut. Peneliti kemudian mengelompokan pelanggan berdasarkan jenjang pendidikan, misal: PT, SLTA, SLTP, dan SD. Dari masing-masing katagori tersebut selanjutnya ditetapkan sampel sejumlah 20, 10,10, dan 10. Hal yang membedakan quota sampling dari stratified sampling adalah langkah setelah quota tersebut ditetapkan. Pada quota sampling, sampel dipilih dengan cara accidental.
4. Snowball sampling
Contoh :
Untuk mengetahui jaringan pengedar narkoba, peneliti cukup mencari seorang pengedar narkoba. Dari seorang pengedar narkoba tersebut peneliti mendapat informasi siapa lagi yang menjadi pengedar narkoba. Demikian seterusnya.
Sumber:
https://ragam-info-bermanfaat.blogspot.com/2019/08/populasi-dan-sampel.html
Komentar
Posting Komentar